
Kerajaan Sriwijaya: Pusat Maritim Nusantara
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim terbesar dalam sejarah Nusantara. Berpusat di wilayah Sumatra, kerajaan ini mencapai kejayaannya pada abad ke-7 hingga ke-13 Masehi. Sriwijaya dikenal sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara, sekaligus menjadi penguasa jalur maritim di Selat Malaka.
Bagaimana sejarah, kejayaan, serta faktor yang menyebabkan kemunduran Sriwijaya? Simak ulasan berikut.
Sejarah Awal Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya diduga berdiri sekitar abad ke-7 M dan berkembang pesat sebagai pusat perdagangan dan keagamaan. Bukti sejarah keberadaan Sriwijaya ditemukan dalam berbagai sumber, seperti:
-
Prasasti Kedukan Bukit (683 M), yang menyebutkan ekspedisi Dapunta Hyang, pendiri Sriwijaya.
-
Prasasti Talang Tuo (684 M), yang mencatat pembangunan taman untuk kesejahteraan rakyat.
-
Prasasti Nalanda (860 M), yang menyebutkan Sriwijaya sebagai pusat pembelajaran agama Buddha.
Selain itu, catatan dari Tiongkok, seperti berita dari I-Tsing, seorang biksu dari Dinasti Tang, juga menguatkan bahwa Sriwijaya merupakan pusat pembelajaran agama Buddha yang penting di Asia.
Kejayaan Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Maritim
Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya memiliki pengaruh besar dalam perdagangan dan pelayaran. Faktor utama kejayaan Sriwijaya meliputi:
a. Penguasaan Jalur Perdagangan Laut
Sriwijaya mengendalikan jalur perdagangan maritim yang strategis, yaitu Selat Malaka, yang menjadi penghubung antara Tiongkok, India, dan Timur Tengah. Dengan menguasai jalur ini, Sriwijaya mampu mengendalikan arus perdagangan rempah-rempah, emas, dan barang mewah lainnya.
b. Hubungan Diplomatik dengan Negara Lain
Sriwijaya menjalin hubungan dagang dan diplomatik dengan berbagai kerajaan, seperti:
-
Tiongkok, yang mengakui Sriwijaya sebagai mitra dagang resmi.
-
India, yang memengaruhi Sriwijaya dalam aspek budaya dan agama.
-
Kerajaan di Jawa, seperti Mataram Kuno, meskipun kadang mengalami persaingan kekuasaan.
c. Pusat Penyebaran Agama Buddha
Sriwijaya menjadi pusat pembelajaran agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara. Banyak biksu dari berbagai negara datang ke Sriwijaya untuk belajar, termasuk I-Tsing dari Tiongkok. Hal ini menjadikan Sriwijaya sebagai salah satu pusat keagamaan yang penting di wilayah Asia.
Faktor Kemunduran Sriwijaya
Meskipun mengalami kejayaan selama beberapa abad, Sriwijaya akhirnya mengalami kemunduran karena beberapa faktor berikut:
a. Serangan dari Kerajaan Lain
Pada abad ke-11, Sriwijaya diserang oleh Raja Rajendra Chola dari Dinasti Chola, India. Serangan ini melemahkan Sriwijaya secara militer dan ekonomi.
b. Persaingan dengan Kerajaan di Jawa
Kerajaan Sriwijaya mengalami tekanan dari kerajaan-kerajaan di Jawa, seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit, yang mulai menguasai jalur perdagangan maritim.
c. Pergeseran Jalur Perdagangan
Seiring berjalannya waktu, jalur perdagangan mulai bergeser, sehingga Sriwijaya kehilangan kendali atas arus perdagangan utama di Asia Tenggara.
Warisan Sriwijaya dalam Sejarah Nusantara
Meskipun mengalami kemunduran, Sriwijaya meninggalkan warisan yang berharga bagi Nusantara, antara lain:
-
Konsep kerajaan maritim yang menjadi inspirasi bagi kerajaan-kerajaan selanjutnya.
-
Peninggalan budaya dan agama, seperti peninggalan prasasti dan pengaruh Buddha yang masih bertahan di beberapa wilayah Indonesia.
-
Identitas maritim Indonesia, yang menunjukkan bahwa wilayah Nusantara memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dunia.